BORGOL.id, BULUKUMBA- Mengamankan atau pengekangan kebebasan berpendapat? Kader DPP FKMI geram terhadap pelaku pemukulan demonstran oleh aparat kepolisian dan SATPOL PP Kabupaten Bulukumba, Senin, 10 April 2023.
Ditengah kontestasi dan polarisasi politik yang tengah terjadi serta pengesahan UU ciptakerja yang syarat pengesahannya yang dianggap cacat total. Hal ini turut menjadikan netralitas dan profesionalitas aparat kepolisian mendapatkan sorotan yang tajam dari berbagai kalangan.
Pembatasan kebebasan berpendapat di muka umum telah menimbulkan citra buruk bagi aparat kepolisian di mata masyarakat, akibat berbagai tindakan represif dan tidak terukurnya penggunaan diskresi yang kerap kali terjadi.
Pemukulan yang dialami Sekretaris Jenderal lapangan FKMI Cabang Bulukumba sampai tidak sadarkan diri serta adanya keterlibatan Satpol PP Kabupaten Bulukumba yang juga ikut melakukan tindak kekerasan merupakan perbuatan yang melanggar hukum.
Hal tersebut telah menambah citra buruk aparat keamanan dalam mengawal penyampaian pendapat di muka umum yang telah jelas negara memberikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul serta menyampaikan pendapat di muka umum.
Lalu bagaimana sejatinya negara menjamin akses dan keamanan atas seluruh bentuk penyampaian aspirasi ketika tindak represif serta kekerasan aparat sering kali terjadi di lapangan?
Riswan selaku Sekretaris Jendral DPP FKMI menganggap bahwa dalam konteks unjuk rasa, terdapat Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, sikap Polri dalam menghadapi unjuk rasa harus disiplin tanpa melibatkan emosi.
Namun faktanya, tindakan aparat kepolisian Polres Bulukumba dalam menangani unjuk rasa dilakukan secara represif. Hal tersebut menimbulkan sikap arogan dan emosional polisi yang langsung mengejar, membalas melempar pelaku aksi demonstrasi, bahkan melakukan penangkapan pelaku unjuk rasa dengan cara kekerasan seperti menganiaya dan memukul.
Lebi lanjut Riswan mengungkapkan, penggunaan kekerasan merupakan pilihan paling murah dan mudah dalam rangka penanganan masalah sosial. Saat kepolisian menggunakan kekerasan atau penganiayaan untuk mengamankan unjuk rasa, sudah jelas merupakan tindakan yang melawan hukum.
Aparat kepolisian di lapangan seringkali menerjemahkan perintah “amankan” dari atasan dengan melakukan represif demi mencapai stabilitas keamanan. Dalam penggunaan kekerasan polisi seringkali mengesampingkan hak-hak konstitusional warga dan mengedepankan isu keamanan.
“Kami mengutuk keras terhadap oknum aparat yang melakukan kekerasan dalam mengawal aksi demonstrasi terlebihnya lagi oleh anggota Satpol PP yang mencoba menjadi tameng kekuasan bagaikan ‘hewan’ yang tidak berhati menganiaya massa aksi,” tegas Riswan
Riswan juga mengungkapkan, sebagai pemerintah daerah khususnya Bupati Bulukumba perlu mengambil langkah tegas melakukan pemecatan terhadap Kasatpol PP yang diduga tidak mampu mengarahkan anggotanya sehingga terjadi pemukulan terhadap massa aksi, serta meminta Kabid Propam melakukan evaluasi kinerja terhadap jajaran Polres Bulukumba yang juga terlibat melakukan tindakan kekerasan terhadap massa aksi. (Arf/bgl)