Uncategorized

Kisah Buram di Balik Nama-Nama yang Dipinjam untuk Pinjaman diBank

×

Kisah Buram di Balik Nama-Nama yang Dipinjam untuk Pinjaman diBank

Sebarkan artikel ini

Borgol  id  – Pekanbaru– Pagi itu, langit mendung seakan ikut berduka. Sejumlah perempuan, kebanyakan janda dengan wajah lesu, melangkah pelan memasuki kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Rumbai. Ada kegelisahan yang tak mampu mereka sembunyikan. Mereka datang untuk mencari keadilan atas sesuatu yang tak pernah mereka miliki—utang yang ditagih atas nama mereka, meski uangnya tak pernah sampai ke tangan mereka.

Di ruang kepala unit, keenam perempuan itu didampingi seorang pendamping, Abdul Rahman. Suasana hening menyelimuti pertemuan itu. Mereka memegang surat peringatan, tuntutan pembayaran angsuran Rp5 juta yang datang bertubi-tubi. Namun, di balik nominal itu, ada kisah panjang penuh tipu daya.

Setiawati, salah satu dari mereka, akhirnya angkat bicara. Suaranya pelan, hampir berbisik, namun penuh dengan beban. Ia menceritakan awal mula peristiwa itu—sebuah rayuan yang datang di tengah kesulitan hidup. “Kami dijanjikan uang tiga hingga empat juta, asal mau meminjamkan nama untuk pengajuan pinjaman di BRI,” katanya. Ada satu nama yang terus disebutnya: Asifa.

Asifa, sosok yang awalnya membawa janji manis, mengatur segalanya. Perempuan-perempuan itu, termasuk Setiawati, diajak berfoto di kebun sawit milik seseorang yang bahkan tak mereka kenal. Hari berikutnya, mereka diarahkan ke BRI Unit Juanda untuk membuka rekening. Namun, semua kendali ada di tangan Asifa. Buku tabungan dan kartu ATM mereka diserahkan kepadanya, hilang bersama harapan yang sempat tumbuh sejenak.

“Saya tidak pernah menerima uang itu, tidak sepeser pun,” ujar Setiawati dengan mata berkaca-kaca. “Saya hanya orang susah, hidup saya pas-pasan. Saya takut.” Namun ketakutan itu tak mampu menahan gempuran surat peringatan yang terus datang.

Surat peringatan pertama diterimanya beberapa bulan kemudian, ditandatangani oleh Kepala Unit BRI Rumbai, Syukrizal. Disusul surat kedua, dengan ancaman lebih tegas: jika ia tak datang, kasusnya akan dibawa ke jalur hukum. Setiawati hanya bisa terdiam, takut menghadapi ancaman lain dari Asifa yang menyuruhnya menjauh dari bank. “Dia berkata kasar, mengancam, tapi sampai sekarang dia tak kunjung melunasi,” ungkapnya.

Kisah ini bukan hanya milik Setiawati. Sutini, tetangganya, juga terjerat skema serupa. Kali ini, seorang kenalan bernama Evan yang memintanya meminjamkan nama. Janji uang tunai yang tak seberapa itu menjadi perangkap, melibatkan pula oknum-oknum marketing bank.

“Saya hanya ingin kasus ini diselesaikan,” kata Sutini. “Kami tak punya apa-apa. Bahkan rumah pun hanya kontrakan. Tapi kami ditagih untuk utang yang bukan milik kami.”

Pendamping mereka, Abdul Rahman, menyebutkan bahwa kasus ini telah dibawa ke Kepala Cabang BRI Rumbai, Syukrizal. Ia menjelaskan bahwa berkas pinjaman mereka dipindahkan dari BRI Unit Juanda ke Unit Rumbai. Namun, hingga kini, penyelesaiannya masih menggantung. Oknum marketing yang diduga terlibat, seperti Hutagalung, telah dipecat, tapi proses hukum bagi mereka yang merancang skema ini belum jelas arahnya.

Di sisi lain, Kepala Cabang BRI Pekanbaru, Filupus Evan, mengakui adanya persoalan ini. “Kami mengimbau masyarakat lebih berhati-hati terhadap percaloan,” ujarnya singkat.

Namun, di luar semua itu, para perempuan ini hanya ingin satu hal: bebas dari jeratan utang yang tak pernah mereka nikmati. Di bawah langit yang kembali cerah, mereka meninggalkan kantor BRI dengan harapan tipis, tapi tetap berharap keadilan suatu saat akan berpihak kepada mereka. (Tim bersambung)