Pekanbaru Borgol Id .Seolah mengejek aparat negara, sekeluarga pengusaha sawit di Pekanbaru mengunggah video konten perusakan lahan hutan berstatus HPK di sosial media Facebook reels. Hal ini dilaporkan ke Dirreskrimsus Polda Riau oleh Dilly Wibowo dari Lembaga Hukum Indonesia (Lembakum Indonesia), seorang warga pemilik kebun sawit di lingkungan sekitarnya yang juga masih saudara pengunggah video tersebut.
Diketahui dari pelapor, sebidang lahan perkebunan sawit yg diperkirakan seluas 20 ha yang masih berstatus Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) diduga sengaja dirusak oleh pengusaha sawit Pekanbaru dalam proyek peremajaan penanaman ulang atau Replanting di kawasan desa Pantai Raja, Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar, Riau.
Awalnya kegiatan yg diduga ilegal ini sempat dilaporkan ke Kantor KPHP Kampar kiri, namun ditolak oleh pihak KPHP Kampar kiri karena desa Pantai Raja masuk ke wilayah operasi KPHP Sorek. Oleh petugas KPHP Kampar kiri, pelapor disarankan berkonsultasi ke bag. Pengaduan Unit Gakkum LHK Riau. Namun saat datang ke kantor Markas Polisi Hutan Pekanbaru jl. Dahlia 46, di kantor Gakkum LHK tidak ada petugas yg berada di kantor. Oleh salah satu karyawan kantor tersebut, pelapor diarahkan untuk mengirimkan pengaduan ke Dinas LHK di Jl. Sudirman, Pekanbaru untuk diproses terlebih dahulu.
Merasa kesulitan melaporkan ke pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pelapor yang merasa dirugikan atas ulah pengusaha tersebut, karena dikhawatirkan perbuatan tersebut termasuk tindak pidana serius yang bisa berimbas negatif kepada para pemilik lahan sawit disekitarnya yang masih berstatus sama, akhirnya memutuskan untuk melaporkan dugaan kegiatan ilegal ini ke Direktorat Reserse Krimsus Polda Riau Senin 18 Nopember 2024 .
Menurut informasi dari pelapor, diduga pemilik lahan tersebut telah sengaja menerabas aturan pengelolaan lahan HPK yang menurut UU Cipta Kerja no.11 tahun 2020 yang memuat aturan penggunaan lahan Hutan Produksi yang dapat dikonversi.
Diceritakan, Pelapor merasa kaget saat berkunjung ke lahan sawit miliknya saat melewati lokasi replanting tersebut dan bertanya-tanya, apakah sudah ada perubahan status dari HPK menjadi APL atau Areal Penggunaan Lain di lokasi tersebut. Lalu pelapor segera melacak status lahan di aplikasi sentuh tanahku, ternyata masih berwarna merah, artinya masih dalam status Hak Pengelolaan.
Tidak puas sampai disitu, pelapor yang masih penasaran, menghubungi relasinya yang bekerja di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meminta tolong memeriksa titik koordinat lokasi replanting tersebut. Ternyata menurut peta di Kantor Dinas LHK, lokasi titik tersebut masih berstatus HPK.
“Ini tindak pidana serius, bukan main main ini” ujar pelapor yang diwawancarai sesaat setelah keluar dari ruang piket Krimsus SPKT Polda Riau.
Dijelaskan olehnya, bahwa UU Cipta Kerja yang telah disahkan tahun 2020 oleh DPR atas rancangan yg diajukan oleh presiden Jokowi, ditujukan untuk merevisi UU No.41 tahun 1999 dengan tujuan salah satunya adalah menyederhanakan dan mempermudah proses perijinan dan pengelolaan kawasan Hutan bagi masyarakat.
“Sudah dipermudah tapi masih saja dilanggar. Inilah kebiasaan pengusaha yang merasa hebat dan bisa melanggar aturan seenaknya saja.” sergah pelapor.
Saat ditanya mengapa dirinya melaporkan peristiwa tersebut, Dilly menyatakan bahwa dirinya sedang mempelajari dan merencanakan untuk menjalankan proses peralihan hak dari HPK menjadi APL sehingga aman dan legal untuk dilakukan peremajaan tanaman sawit. Bahkan dirinya sudah sempat menawarkan ke keluarga pengusaha pemilik lahan tersebut untuk bersama2 mengajukan permohonan peralihan status dan menjalaninya sesuai aturan pemerintah, namun ajakannya tidak digubris oleh terduga pelaku. “Biasalah, merasa punya uang banyak, bisa bayar hukum katanya” lanjut pelapor.
Ternyata secara mengejutkan, tiba-tiba pelapor melihat unggahan video acara syukuran kegiatan replanting dilaman facebook terduga pelaku. Untuk memastikan, pelapor segera mendatangi lokasi kebun sawit miliknya dan melihat ada kegiatan peremajaan lahan sawit di lokasi tersebut dengan menggunakan 2 alat berat didalam lokasi.
Padahal, menurut pelapor, kegiatan operasional perkebunan sawit itu dipimpin oleh menantu pengusaha tersebut yang juga pensiunan pejabat SDM PTPN V. “Sangat paham mereka ini, bahwa kegiatan tsb melanggar hukum dan termasuk tindak pidana serius. Mereka para pemilik hak kelola lahan tersebut bukan orang awam” ujar pelapor.
Dijelaskan oleh pelapor, bahwa para pemilik lahan perkebunan sawit dilokasi HPK tersebut sudah lebih dari 20 tahun mengelola lahan tersebut sebelum UU Cipta Kerja disahkan, dan sesuai peraturan, para pemilik lahan sawit tersebut dapat mengajukan peralihan status tanahnya menjadi APL dengan menjalani proses administrasi sesuai aturan. “Presiden Prabowo sudah memperingatkan padahal, jangan main main dengan aturan main perkebunan sawit. Ini malah kesannya menantang pemerintah. Sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yg bisa berimbas negatif kepada saya dan pemilik kebun sawit lainnya, saya merasa harus melaporkan dengan itikad baik dan menghindari unsur pembiaran tindak pidana yang terjadi didepan mata,” jelas Pelapor. “Kasihan petani sawit lainnya kalau terjadi apa-apa dengan lahan HPK mereka, apalagi sampai ikut disita oleh negara gara-gara ulah keluarga pengusaha tersebut.” lanjutnya.
Diketahui dari pelapor, bahwa keluarga pelaku diduga memiliki beberapa lahan perkebunan sawit dengan luas total sekitar 700 hektar tanpa legalitas badan hukum perusahaan atau PT namun hanya dikelola oleh keluarga. “Setahu saya menurut pemilik yang saya kenal dekat, dia mengaku punya lebih dari 700an hektar di beberapa lokasi yang sebagian juga masuk kawasan HPK tanpa legalitas PT, Koperasi atau badan hukum lainnya. Alasannya pajak, kata mereka” ucapnya. (Tim) LBS.