PEKANBARU, Borgol id – Pilkada Pekanbaru 2024 yang digelar pada 27 November lalu menyisakan catatan penting terkait rendahnya partisipasi pemilih. Berdasarkan estimasi, hanya sekitar 44 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Fenomena ini menjadi sorotan utama dalam diskusi yang digelar oleh tim advokasi dan relawan dari empat pasangan calon (paslon) pada Jumat (29/11/2024) malam.
Rais Hasan Piliang, salah satu perwakilan tim advokasi, menyebutkan bahwa proses pilkada tahun ini diwarnai dugaan pelanggaran. Meski demikian, menurut Rais, dugaan pelanggaran tersebut masih dalam tahap pembahasan.
“Malam ini kami, tim advokat, bersama rekan-rekan relawan dari masing-masing paslon yaitu 01, 02, 03 dan 04, sedang melakukan pembahasan intensif tentang dugaan pelanggaran tersebut,” ujar Rais.
Menurut Rais, rendahnya partisipasi pemilih menjadi salah satu sorotan dan persoalan besar yang merugikan semua pasangan calon.
“Ini salah satu bentuk kerugian bagi seluruh paslon, yang pada akhirnya tidak memperoleh suara maksimal,” ungkap Rais.
Ia menambahkan, rendahnya partisipasi pemilih menunjukkan adanya ketidakoptimalan dari pihak penyelenggara dalam memfasilitasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.
Dikatatakan Tim Advokasi itu bahwa salah satu penyebabnya adalah distribusi undangan memilih yang tidak maksimal serta jarak TPS yang terlalu jauh dari tempat tinggal pemilih.
“Ada wilayah di mana pemilih harus menempuh jarak 4 hingga 5 kilometer untuk mencapai TPS. Hal ini sangat tidak ideal dalam proses demokrasi kita,” tegas Rais.
Senada juga disampaikan tim advokasi lainnya, Ahmad Yusuf SH, menegaskan bahwa pihaknya akan membawa persoalan ini ke ranah hukum dengan melaporkan dugaan pelanggaran kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Kami tidak akan tinggal diam. Ini persoalan serius yang harus ditindaklanjuti. Kenapa partisipasi pemilih di Pekanbaru bisa kurang dari 50 persen? Ini menjadi pertanyaan besar bagi publik. Kami mendesak Bawaslu untuk segera menindaklanjuti laporan ini dan mengidentifikasi penyebab utama rendahnya partisipasi pemilih,” tegas ujar Ahmad Yusuf.
Pihaknya juga meminta pemerintah pusat untuk mengevaluasi kinerja penyelenggara pilkada agar kejadian serupa tidak terulang.
“Minimnya pemilih bukan hanya merugikan paslon, tetapi juga mencederai demokrasi itu sendiri,” tutupnya.
Sementara itu, Nofri Andri Yulan, perwakilan relawan dari Paslon Idaman (nomor urut 03), turut menyampaikan pandangannya. Menurutnya, ada beberapa kejanggalan yang mencolok dalam pelaksanaan Pilkada Pekanbaru 2024.
“Pertama, banyak surat pemberitahuan untuk memilih tidak sampai ke tangan pemilih. Selain itu, jarak TPS yang terlalu jauh menjadi hambatan besar bagi masyarakat,” ungkap Andri.
Ia juga menyoroti peran teknologi dalam pilkada kali ini. Menurut Relawan Idaman ini bahwa Tidak semua masyarakat paham cara cek lokasi TPS secara online melalui DPT. Hal ini membuat banyak pemilih akhirnya tidak menggunakan hak pilihnya.
Selain permasalah miminnya partisipasi, Nofri Andri Yulan juga mengungkap adanya dugaan kecurangan yang suduga dilakukan oleh salah satu paslon.
“Selama masa tenang, kami menemukan mobil Ambulance milik salah satu calon beroperasi, baliho masih terpasang, dan bahkan ada juga rekaman suara yang sempat viral saat itu. Ini jelas melanggar aturan dan merugikan paslon lain,” tegas Andri.
Ia menilai, tindakan semacam ini mencoreng prinsip demokrasi yang seharusnya dijaga bersama. Menurutnya, Jika kita tidak menjaga demokrasi, ke depan kualitas pemilu akan semakin memburuk dan terus terjadi.
“Kami adalah generasi muda yang harus menjaga demokrasi ini tetap sehat. Jika kita membiarkan pelanggaran terus terjadi, ke depan kita akan kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap pemilu. Demokrasi adalah milik kita bersama. Jangan biarkan kejahatan politik merusaknya,” tegas Andri Yulan.
Penulis : KEND ZAI. Garda45